GUDANG ILMU

Senin, 03 Juni 2013

MAKALAH ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN CURANG

A.    PENGERTIAN MONOPOLI  DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT (CURANG)
Kata “ monopoli “ berasal dari kata Yunani yang berarti “ penjual tunggal “. Disamping itu istilah monopoli sering disebut juga “Antitrust” untuk pengertian yang sepandan dengan istilah “ antimonopoli “ atau istilah “dominasi” yang dipakai oleh masyarakat Eropa yang artinya sepadan dengan arti istilah “ monopoli “ dikekuatan pasar. Dalam praktek keempat istilah tersebut yaitu istilah monopoli, antitrust, kekuatan pasar dan istilah dominasi saling ditukarkan pemakaiannya. Keempat istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar, dimana pasar tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi atau produk subtitusi yang potensial dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan pasar.

Menurut UU  nomor 5 tahun 1999 pasal 1  butir 1 UU Antimonopoli, Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau atas penggunaan jasa tertentu oleh suatu pelaku usaha atau suatu kelompok usaha.
Persaingan usaha tidak sehat (curang) adalah suatu persaingan antara pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa dilakukan dengan cara melawan hukum  atau menghambat persaingan usaha.
Dalam UU nomor 5 tahun 1999 pasal 1 butir 6 UU Antimonopoli,’Persaingan curang (tidak sehat ) adalah persaingan antara pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha’.   
B.    Ruang Lingkup Aturan Antimonopoli
Dalam Undang-undang Fair Trading di Inggris tahun 1973, istilah Monopoli diartikan sebagai keadaan di mana sebuah perusahaan atau sekelompok perusahaan menguasai sekurang- kurangnya 25 % penjualan atau pembelian dari produk-produk yang ditentukan . Sementara dalam Undang-Undang Anti Monopoli Indonesia , suatu monopoli dan monopsoni terjadi jika terdapatnya penguasaan pangsa pasar lebih dari 50 % (lima puluh persen ) pasal 17 ayat (2) juncto pasal 18 ayat (2) ) Undang-undang no 5 Tahun 1999
Dalam pasal 17 ayat (1) Undang- undang Anti Monopoli dikatakan bahwa “pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan pasar atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan tidak sehat”, sedangkan dalam pasal 17 ayat (2) dikatakan bahwa “pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:
a.    Barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada subtitusinya;atau
b.    Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk kedalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama;atau
c.    Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha mengusasai lebih dari 50 % (lima puluh persen ) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Sementara itu, pengertian posisi dominan dipasar digambarkan dalam sidang-sidang Masyarakat Eropa sebagai :
1.    Kemampuan untuk bertindak secara merdeka dan bebas dari pengendalian harga, dan
2.     Kebergunaan pelanggan, pemasok atau perusahaan lain dalam pasar, yang bagi  mereka perusahaan yang dominant tersebut merupakan rekan bisnis yang harus ada
3.    Dalam ilmu hukum monopoli beberapa sikap monopolistik yang mesti sangat dicermati dalam rangka memutuskan apakah suatu tindakan dapat dianggap sebagai tindakan monopoli.
Sikap monopolistik tersebut adalah sebagai berikut :
1.    Mempersulit masuknya para pesaing ke dalam bisnis yang bersangkutan
2.    Melakukan pemasungan sumber suplai yang penting atau suatu outlet distribusi yang penting.
3.     Mendapatkan hak paten yang dapat mengakibatkan pihak pesaingnya sulit untuk menandingi produk atau jasa tersebut.
4.     Integrasi ke atas atau ke bawah yang dapat menaikkan persediaan modal bagi pesaingnya atau membatasi akses pesaingnya kepada konsumen atau supplier.
5.    Mempromosikan produk secara besar-besaran
6.    Menyewa tenaga-tenaga ahli yang berlebihan.
7.    Perbedaan harga yang dapat mengakibatkan sulitnya bersaing dari pelaku pasar yang lain
8.    Kepada pihak pesaing disembunyikan informasi tentang pengembangan produk , tentang waktu atau skala produksi.
9.    Memotong harga secara drastis.
10.    Membeli atau mengakuisisi pesaing- pesaing yang tergolong kuat atau tergolong prospektif.
11.    Menggugat pesaing-pesasingnya atas tuduhan pemalsuan hak paten, pelanggaran hukum anti monopoli dan tuduhan-tuduhan lainnya. ( Andersen, William R, 1985:214 dalam Munir Fuady, 2003: 8).

C.    TUJUAN ANTI MONOPOLI
Tujuan hukum antimonopoli diciptakan adalah:
•    Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
•    Mengwujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar,pelaku usaha menegah dan pelaku usaha kecil
•    Mencegah praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan pelaku usaha
•    Terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha
Untuk mencapai tujuan tersebut,ada beberapa perjanjian yang dilarang dan kegiatan yang dilarang yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
D.    Perjanjian yang dilarang
    Salah satu yang diatur dalam UU Antimonopoli adalah dilarangnya perjanjian tertentu yang dianggap dapat menimbulkan monopoli atau persaingan curang.Dalam pasal1 butir 7 UU Antimonopoli ,perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain  dengan nama apapun baik secara tertulis maupun secara lisan.Perjanjian yang dilarang dalam hukum anti monopoli yang dapat mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan curang,diantaranya:
    Oligopoli
Oligopoli adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit,sehingga mereka atau seseorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar.
Menurut UU Antimonopoli pasal 4 ayat 1 dan2,pengertian oligopoli adalah:
1.    Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain secara bersama sama dalam melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang/jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan curang.
2.    Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa
Karakteristik barang- barang yang biasa diperdagangkan di pasar oligopoly adalah:
a.    Barang barang homogen,misalnya bensin,minyak mentah,tenaga listrik ,batu bara,kaca,bahan bangunan,pupuk,pipa dan baja.
b.    Struktur pasar oligopoly biasanya ditandai dengan  kekuatan pasar pelaku usaha yang kurang lebih sebanding dengan pelaku usaha sejenis ,baik dari segi modal maupun dari segi segmen
c.    Hanya sedikit perusahaan dlam industry
d.    Pengambilan keputusan yang saling mempengaruhi
e.    Kompetisi nonharga
Praktik oligopoli umumnya dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menahan perusahaan-perusahaanpotensial untuk masuk ke pasar.Tujuan perusahaan melakukan oligopoli adalah sebagai salah satu usaha untuk menikmati laba normal dibawah tingkat maksimum
    Penetapan harga(price fixing)
Perjanjian penetapan harga yang dilarang dalam UU anti monopoli meliputi empat jenis perjanjian yaitu:
a.    Penetapan harga(price fixing)
b.    Diskriminasi harga(price discrimination)
c.    Penetapan harga dibawah harga pasar atau jual rugi(predatory pricing)
d.    Pengaturan harga jual kembali(resale price maintenance)

A.    Penetapan harga(price fixing)
Larangan perjanjian penetapan harga terdapat dalam UU no.5 tahun 1999 pasal 5.Larangan penetapan harga adalah pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang /jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar yang bersangkutan.penetapan harga ini dilarang karena penetapan harga bersama sama akan menyebabkan tidak berlakunya hokum pasar tentang harga yang terbentuk dari adanya penawaran dan permintaan.
Namun larangan perjanjian penetapan harga dikecualikan terhadap 2 hal yaitu:
•    Perjanjian yang didasarkan oleh UU yang berlaku,termasuk penetapan harga yang diizinkan atau dikordinasi pemerintah
•    Perjanjian penetapan harga yang dibuat dalam suatu usaha patungan

B.    Diskriminasi harga(price discrimination)
Dalam UU no.5 tahun 1999 pasal 6 ,pelaku usaha dilarang membuat perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang yang sama.
Macam-macam diskriminasi harga,diantaranya:
    Diskriminasi harga primer
    Diskriminasi harga sekunder
    Diskriminasi harga umum
    Diskriminasi harga geografis
    Diskriminasi harga tingkat pertama
    Diskriminasi harga tingkat kedua
    Diskriminasi harga secara langsung
    Diskriminasi harga secara tidak  langsung

C.    Penetapan harga dibawah harga pasar  atau jual rugi
Dalam UU no.5 tahun 1999 pasal 7, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga dibawah harga pasar yang dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat
Penetapan harga dibawah harga pasar atau penetapan harga dibawah harga marjinal (antidumping) agar pesaingnya mengalami kerugian karena barang/jasanya tidak laku padahal harga barang sesuai dengan harga pasar.

D.    Penetapan harga jual kembali
Dalam UU no.5 tahun 1999 pasal 8,pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang /jasa tidak akan menjual atau memasok kembali barang/jasa yang diterimanya dengan harga yang lebih rendah dari harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

    Perjanjian pemboikotan(Group Boycot)
Perjanjian pemboikotan merupakan salah satu strategi yang dilakukan diantara pelaku usaha lain dari pasar yang sama. Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
Ada 2 macam prjanjian pembloikotan yang dilarang dalam UU no.5 tahun 1999 pasal 10 yaitu:
    Perjanjian yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama ,baik untuk tujuan pasar dalam maupun luar negri
    Perjanjian untuk menolak dalam menjual setiap barang dan jasa dari pelaku usaha lain sehingga perbuatan tersebut merugikan pelaku usaha lain dan membatasi pelakku usaha lain dalam menjual atau membeli setiap barang/jasa yang bersangkutan

    Perjanjian kartel
Larangan perjanjian kartel diatur dalam UU no.5 tahun 1999 pasal 11 yang berbunyi” pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk memengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.Perjanjian kartel merupakan perjanjian yang kerap kali terjadi dalam praktek monopoli.
Perjanjian kartel merupakan salah satu perjanjian yang kerap kali terjadi dalam praktik monopoli. Secara sederhana, kartel adalah perjanjian satu pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menghilangkan persaingan diantara keduanya.  Dengan kata lain, kartel (cartel) adalah kerjasama dari  produesen-produsen produk tertentu yang bertujuan untuk mengawasi produksi, penjualan, serta harga untuk melakukan monopoli terhadap komoditas atau industri tertentu.
Praktik kartel merupakan salah satu strategi yang diterapkan diantara pelaku usaha untuk dapat memengaruhi harga dengan mengatur jumlah produksi mereka. Mereka berasumsi apabila produksi mereka di dalam pasar dikurangi, sedangkan permintaan terhadap produk mereka di dalam pasar tetap maka akan berakibat pada terkereknya harga ke tingkat yang lebih tinggi. Sebaliknya, apabila di dalam pasar produk mereka melimpah, sudah tentu akan berdampak terhadap penurunan harga produk mereka di pasar.
Membanjirnya pasokan dari produk tertentu di dalam sebuah pasar dapat membuat harga produk tersebut di pasar menjadi lebih murah, kondisi ini akan menguntungkan pihak konsumen, tetapi tidak sebaliknya bagi pelaku usaha (produsen atau penjual). Semakin murah harga produk mereka di pasar, membuat keuntungan yang akan di peroleh oleh pelaku usaha tersebut menjadi berkurang atau bahkan rugi apabila produk mereka tidak terserap oleh pasar.
Agar harga produk di pasar tidak jatuh dan harga produk dapat memberikan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi pelaku usaha, pelaku usaha biasanya membuat perjanjian di antara mereka untuk mengatur jumlah produksi sehingga jumlah produksi mereka di pasar tidak berlebih. Tujuan nya adalah agar tidak membuat harga produk mereka di pasar menjadi lebih murah. Namun terkadang, praktik kartel tidak hanya bertujuan untuk menjaga stablitas harga produk mereka di pasar, tetapi juga untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya dengan mengurangi produk mereka secara signifikan di pasar sehingga menyababkan di dalam pasar mengalami kelangkaan. Akibatnya, konsumen harus mengeluarkan biaya yang lebih untuk dapat membeli produk pelaku usaha tersebut di pasar, atau dapat di lakukan tujuan utama dari praktik kartel adalah untuk mengeruk sebanyak mungkin surplus konsumen ke produsen.
E.    Perjanjian Trust
    Larangan perjanjian trust ini di atur dalam pasal 11 UU Antimonopoli yang menyatakan bahwa palaku usaha di larang membuat perjanjian dengan palaku usaha lain untuk melakukan kerjasama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan/atau pemasaran atas barang dan/atau jasa sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
    Untuk dapat mengontrol produksi atau pemasaran produk di pasar, para pelaku usaha ternyata tidak hanya cukup dengan membuat perjanjian kartel di antara mereka, tetapi juga mereka terkadang membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar (trust), dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing perusahaan atau perseroan anggotanya. Trust merupakan wadah antar perusahaan yang di desain untuk membatasi persaingan dalam biidang usaha atau industry tertentu. Gabungan antara beberapa perusahaan dalam bentuk trust di maksudkan untuk mengendalikan pasokan secara kolektif, dengan melibatkan trustee sebagai koordinator penentu harga.
F.    Perjanjian Oligopsoni
    UU antimonopoli mengatur larangan perjanjian oligopsoni dalam pasal 13 sebagai berikut:
1.    Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk secara bersama-sama mengusai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dan/atau jasa dalam pasar bersangkutan, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
2.    Pelaku usaha patut di duga atau di anggap secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan sebagaimana di maksud dalam ayat ayat (1) apabila 2(dua) atau 3(tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% panga pasar satu Janis barang atau jasa tertentu.

Oligopsoni adalah struktur pasar yang di dominasi oleh sejumlah konsumen yang memiliki control atas pembelian. Struktur pasar ini memiliki kesamaan dengan struktur pasar oligopoly. Hanya saja struktur pasar ini terpusat di pasar input. Dengan demikian, distorsi yang di timbulkan oleh kolusi antar pelaku pasar akan mendistorsi  pasar input. Oligopsoni merupakan salah satu bentuk praktik antipersaingan yang cukup unik. Hal ini karena dalam praktik oligopsoni, yang menjadi korban adalah produsen atau penjual, sedangkan biasanya untuk bentuk-bentuk praktik antipersaingan lain (seperti penetapan harga, diskriminasi harga, dan kartel) yang menjadi korban umum nya adalah konsumen. Dalam oligopsoni, konsumen membuat kesepaktan dengan konsumen lain dengan tujuan agar mereka secara bersama-sama dapat menguasai pembelian atau penerimaan pasokan yang pada akhirnya dapat mengendalikan harga atas barang atau jasa pada pasar yang bersangkutan. Dengan demikian, secara sederhana dapat di katakan bahwa ologopsoni adalah keadaan ketika dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam sebuah pasar komoditas.
Dengan adanya praktik oligopsoni, produsen atau penjual tidak memiliki alternatif lain untuk menjual produk mereka selain kepada pihak pelaku usaha yang telah melakukan perjanjian oligopsoni. Tidak adanya pilihan lain bagi pelaku  usaha untuk menjual produk mereka selain kepada pelaku usaha yang melakukan praktik oligopsoni, mengakibatkan mereka hanya dapat menerima harga yang sudah di tentukan oleh pelaku usaha yang melakukan praktik oligopsoni.
Dalam oligopsoni, ada beberapa hal yang perlu di perhatikan, yakni kemungkinan-kemungkinan perjanjian tersebut memfasilitasi kolusi penetapan harga sehingga menimbulkan efek antipersaingan. Perjanjian tersebut tidak akan memfasilitasi kolusi harga apabila pembelian produk yang di lakukan dengan perjanjian ini hanya berjumlah relatif kecil terhadap total pembelian di pasar tersebut. Selain itu, apabila perjanjian tidak menghalangi anggotanya untuk melakukan pembelian kepada pihak lain secara independen maka joint purchasing tersebut tidak merugikan persaingan.

G.    Perjanjian Integrasi Vertikal (Vertical Integration)
    Pasal 14 UU Antimonopoli mengatur bahwa pelaku usaha di larang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan/atau jasa tetentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan/atau merugikan masyarakat.
    Integrasi vertical merupakan perjanjian yang terjadi antara beberapa pelaku usaha yang berada pada tahapan produksi atau operasi dan/atau distribusi yang berbeda, namun saling terkait. Bentuk perjanjian yang terjadi berupa penggabungan beberapa atau seluruh keigatan operasi yang berurutan dalam sebuah rangkaian produksi atau operasi.
    Mekanisme hubungan antara satu kegiatan usaha dengan kegiatan usah lainnya yang bersifat integrasi vertical dalam perspektif hokum persaingan, khususnya UU no 5 tahun1999 di gambarkan dalam suatu rangkaian produksi atau operasi. Rangkaian ini merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam suau rangkaian langsung maupun tidak langsung (termasuk juga rangkaian produksi barang dan/atau jasa substitusi dan/atau komplementer). Lebih lanjut, mekanisme hubungan kegiatan usaha yang bersifat integrasi vertical dapat di lihat pada skema produksi yang menggambarkan hubungan dari atas ke bawah, yang sering di sebut juga dengan istilah dari suatu kegiatan usaha yang di kategorikan sebagai integrasi vertical ke belakang atau ke hulu, yaitu apabila kegiatan tersebut mengintegrasikan beberapa kegiatan yang mengarah pada penyediaan bahan baku dari produk utama.
H.    Perjanjian Tertutup (Exlusive Dealing)
    Larangan perjanjian tetutup di atur dalam pasal 15 UU Antimonopolu sebagai berikut:
1.    Pelaku usaha di larang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan/atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan/atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan/atau jasa ke pada tempat tertentu.
2.    Pelaku usaha di larang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan/atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan/atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok.
3.    Pelaku usah di larang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan/atau jasa yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang dan/atau jasa dari pelaku usaha pemasok.
a.    Harus bersedia membeli barang dan/atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok,
b.    Tidak akan membeli barang dan/atau jasa yang asama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.
Perjanjian tertutup adalah suatu pernjanjian yang terjadi antara mereka yang berada pada level yang berbeda pada proses produksi atau jaringan distribusi suatu barang atau jasa. Perjanjian tertutup ini terdirid atas exlusive distribution agreement dan tying agreement.
I.    Exlusive Distribution Agreement
    Exlusive Distribution Agreement yang di maksud adalah pelaku usaha membuat perjanjian dengan pelaku  usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima pihak hanya akan memasok atau tidak memasok kembali produk tersebut kepada pihak tertentu atau pada tempat tertentu saja, atau dengan kata lain pihak distributor di paksa hanya boleh memasok produk kepada pihak tertentu dan tempat tertentu saja oleh pelaku usaha manufaktur.
    Permsalahan dalam perjanjian tertutup adalah kemungkinan matinya suatu pelaku usaha karena tidak mendapatkan bahan baku atau tidak mempunyai distributor yang akan menjual produknya. Selain itu, perjanjian tertutup juga, dapat menyebabkan meningkatnya halangan untuk masuk ke pasar.
    Exlusive distribution agreement biasanya di buat oleh pelaku usaha manufaktur yang memiliki beberapa perusahaan yang mendistribusikan hasil produksinya. Pelaku usaha tersebut tidak menghendaki terjadinya persaingan di tingkat distributor sehingga dapat berpengaruh terhadap harga produk yang mereka psaok ke pasar. Agar harga produk mereka tetap stabil, pihak manufaktur membuat perjanjian dengan distributor-distributor nya untuk membagi konsumen dan dan wilayah pasokan agar tidak terjadi bentrokan antar sesame distributor atau tidak terjadi persaingan intrabrand.
J.    Tying Agreement
    Tying agreement terjadi apabila suatu perusahaan mengadakan perjanjian dengan pelaku usaha lainnya yang berada pada level yang berbeda dengan mensyaratkan penjualan ataupun penyewaan suatu barnag atau jasa yang hanya akan di lakukan apabila pembeli atau penyewa tersebut juga akan membeli atau menyewa barang lainnya.
    Melalui praktik tying agreement, pelaku usaha dapat melakukan perluasan kekuatan monopoli yang dimiliki pada tying produk (barang atau jasa yang pertama kali di jual) ke tied produk (barang atau jasa yang di paksa harus di beli juga oleh konsumen). Dengan memiliki kekuatan monopoli untuk kedua produk sekaligus (tying produk dan tied produk), pelaku usaha dapat menciptakan hambatan bagi calon pelaku usaha  pesaing untuk masuk ke dalam pasar. Agar perusahaan competitor dapat bersaing maka mau tidak mau harus melakukan hal yang sama, yaitu melakukan praktik  tying agreement.
K.    Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri
    Peranjian dengan pihak luar negeri menjadi terlarang jika melakukan perjanjian yang dapat merusak persaingan usaha dan melakukan tindak monopoli. Larangan perjanjian dengan pihak luar negeri dalam pasal 16 UU Antimonopoli yang berbunyi “Pelaku usaha di larang membuat perjanjian dengan pihak lain di luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopolidan atau persaingan usaha tidak sehat”.
    Berdasarkan pasal tersebut, terdapat ketentuan khusus untuk melakukan perjanjian dengan pelaku usaha lain. Adapun pengguna pasal ini adalah pada kasus bilamana suatu perusahaan asing tidak melakukan kegiatan di pasar Indonesia, tetapi berpengaruh dengan pasar Indonesia melalui perjanjian. Dengan kata lain, pasal 16 UU Antimonopoli tidak dapat di terapkan terhadap perjanjian bilamana kedua belah pihak berkedudukan di luar negeri, sedangkan dampaknya hanya terasa di Indonesia.
L.    Kegiatan yang di larang
a)    Monopoli
Monopoli merupakan masalah yang menjadi perhatian utama dalam setiap pembahasan pembentukan hukum persaingan usaha.monopoli itu sendiri sebenarnya bukan merupakan suatu kejahatan atau bertentangan dengan hkum apabila diperoleh dengan cara-cara yang adil dan tidak melanggar hukum.oleh karena itu,monopoli belum tentu dilarang oleh hukum persaingan usaha.yang dilarang justru adalah perbuatan-perbuatan dari perusahaan yang mempunyai monopoli untuk menggunakan kekuatannya di pasar bersangkutan yang biasa disebut sebagai praktik monopoli (monopolizing) atau monopolisasi.sebuah perusahaan dikatakan telah melakukan monopolisasi apabila pelaku usaha mempunyai kekuatan untuk mengeluarkan atau mematikan perusahaan lain dan pelaku usaha tersebut telah melakukannya atau mempunyai tujuan untuk melakukannya.
    Definisi monopoli dalam pasal 1 butir 1 UU Antimonopoli adalah”penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.”selanjutnya,peraturan mengenai monopoli diatur pasal 17 UU Antimonopoli dengan ketentuan sebagai berikut.
1.    Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengsakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usah tidak sehat.
2.    Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila
    Barang dan jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya
    Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan jasa yang sama
    Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% pangsa pasar satu jenis barang dan jasa tertentu.

Pengertian monopoli secara umum adalah apabila ada satu pelaku usaha -(penjual) yang ternyata adalah satu-satunya penjual bagi produk barang dan jasa tertentu dan pada pasar tersebut tidak terdapat produk substitusi (pengganti).
Praktik monopoli merupakan pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan pemasaranbarang atau jasa tertentu sehingga  dapat menimbulkan  persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.
Pemusatan kekuatan ekonomi adalah penguasaan yang nyata atas suatu pasar barang atau jasa tertentu oleh satu atau lebih pelaku usaha yang dengan penguasaan itu pelaku usaha tersebut dapat menentukan harga barang atau jasa (price fixing).
b)    Monopsoni
monopsoni merupakan sebuah pasar di mana hanya terdapat seorang pembeli atau pembeli tunggal.dalam pasar monopsoni,harga barang atau jasa biasanya akan lebih rendah dari harga pada pasar yang kompetituif.pembel;i tunggal ini pun biasanya akan menjual dengan cara monopoli atau dengan harga lebih tinggi.pada kondisi inilah potensi kerugian masyarakat akan timbul karena pebeli harus membayar dengan harga yang mahal dan juga terdapat potensi persaingan usaha yang tidak sehat.
    UU Antimonopoli pada pasal 18 secara khusus menegaskan sebagai berikut.
1.    Pelaku usaha dilarang mengusasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang atau jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
2.    Pelaku usaha patit diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Berdasarkan isi pasal 18 UU Antimonopoli dapat dikatakan bahwa monopsoni merupakan suatu keadaan bilamana suatu kelompok usaha menguasai pangsa pasar yang besar untuk membeli sebuah produk sehingga perilaku pembeli tunggal tersebut akan dapat mengakikbatkan terjadinya praktik monopoli atau persaingan tidak sehat dan apabila pembeli tunggal tersebut juga menguasai lebih dari 50% pangsa pasar suatu jenis produk atau jasa.
c)    Penguasaan pasar
Penguasaan pasar merupakan keinginan dari hampir semua pelaku usaha.hal ini karena penguasaan pasar yang cukup besar memiliki korelasi positif dengan tingkat keuntungan yang mungkin dapat diperoleh oleh pelaku usaha.
    UU Antimonopoli dalam pasal 19 mengatur penguasaan pasar sebagai berikut.
Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan ,baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain,yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat berupa:
     Menolak atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan.
     Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha tertentu untuk melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu
     Membatasi peredaran dan penjualan barang dan jasa pada pasar bersangkutan
     Melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu
d)    Jual rugi (predatory pricing)
Kegiatan jual rugi (predatory pricing) merupakan suatu bentuk penjualan atau pemasokan barang atau jasa dengan cara jual rugi yang bertujuan untuk mematikan pesaingnya.berdasarkan sudut pandang ekonomi,jual rugi dapat dilakukan dengan menetapkan harga yang tidak wajar,bilamana harga lebih rendah daripada biaya variabel rata-rata.
Pasal 20 UU Antimonopoli menyebutkan:
“ pelaku usaha dilarang melakukan pemasokan barang atau jasa dengan cara melakukan jual beli atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud untuk menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.”
Berdasarkan rumusan 20 UU ini,dapat kita ketahui bahwa tidak semua kegiatan jual rugi atau sangat murah secara otomatis merupakan perbuatan yang melanggar hukum.
M.    KECURANGAN  DALAM MENETAPKAN BIAYA PRODUKSI
UU Antimonopoli  juga menganggap bahwa salah satu aspek yang dapat dipersalahkan sebagai penguasaan pasar yang dilarang adalah kecurangan dalam menetapkan biaya produksi.Pasal 21 UU Antimonopoli menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi bagian dari komponen harga barang dan/atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinyapersaingan usaha tidak sehat.
Pasal 21 ini sebenarnya berbeda dengan pasal 20,meskipun pada prinsipnya keduanya sama,yaitu pada akhirnya menjual barang dengan harga di bawah biaya produksi.namun,dalam pasal 21,penekanannya adlah pada kecurangan yang dilakukan oleh pelaku usaha yang berhubungan dengan biasya produksinya. Berdasarkan rumusan pasal 21 UU,dapat diketahui bahwa pasal ini menganut prinsip rule of reason.dengan demikian,kalaupun terjadi kecurangan ,si pelaku tidak otomatis melanggar UU No.5 tahun 1999.Untuk dinyatakan bersalah,haruslah dibuktikan terlebih dahulu bahwa kecurangan tersebut tidak mempunyai alasan-alasan yang dapat diterima dan juga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
N.    PERSEKONGKOLAN (CONSPIRACY/COLLUCION)
Pengertian Persekongkolan  usaha yang diatur dalam pasal 1 butir 8 UU Nomor 5 Tahun 1999 yakni ”sebagai bentuk kerja sama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol.”
3 bentuk kegiatan persekongkolan yang dilarang UU Antimonopoli,yaitu:
1.    Persekongkolan tender
Penjelasan pasal 22 UU Antimonopoli menyatakan bahwa tender merupakan tawaran untuk mengajukan harga,memborong suatu pekerjaan,mengadakan barang-barang,atau menyediakan jasa.
2.    Persekongkolan untuk memperoleh rahasia perusahaan
Sebagaimana diketahui yang namanya “rahasia perusahaan” adalah property dari perusahaan yang bersangkutan.Karena tidak boleh dicuri,dibuka atau dipergunakan oleh orang lain tanpa seijin pihak perusahaan yang bersangkutan.Ini adalah prinsip hukum bisnis yang sudah berlaku secara universal.
Larangan bersekongkol mendapatkan rahasia perusahaan dalam Pasal 23 tersebut menekankan kepada rahasia perusahaan tersebut. Artinya apabila dapat dibuktikan ada rahasia perusahaan yang didapati secara bersekongkol, maka larangan oleh pasal pasal tersebut sudah dapat diterapkan, karena “demi hukum” telah dianggap adnya suatu persaingan usaha tidak sehat, tanpa perlu harus dibuktitikan lagi persaingan usasha tidak sehat tersebut.
3.    Persekongkolan untuk menghambat pasokan produk.
Salah satu strategi tidak sehat dalam berbisnis adalah dengan berupaya agar produk-produk dari si pesaing menjadi tidak baik dari segi mutu, jumlah atau ketetapan waktu ketersedianya atau waktu yang telah dipersyratkan.

Karena itu, Undang-undang Anti Monopoli dengan tegas melarang terhadap setiap persekongkolan oleh pelaku usaha dengan pihak lain yang dibuat dengan tujuan untuk menghambat produksi dan atau pemasaran suatu produk dari pelaku usaha pesaingnya dengan harapan agar produk yang dipasok atau ditawarkan tersebut menjadi kurang baik dari segi kualitasnya, dari segi jumlahnya, maupun dari segi ketetapan waktu yang dipersyaratkan.

O.    KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN  USAHA(KPPU) DAN PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN DI INDONESIA
Peranan KPPU dalam penegakan Hukum Persaingan di Indonesia.
Untuk mengawasi pelaksanaan UU  Antimonopoli dibentuklah seuah komisi.Pembentukan ini didasarkan pada Pasal 34 UU Antimonopoli yang menginstrusikan bahwa pembentukan susunan organisasi,tugas dan fungsi komisi ditetapkan melalui keputusan Presiden.Komisi ini kemudian dibentuk berdasarkan Keppres Nomor 75 Tahun 1999 dan diberi naama dengan Komisi Persaingan Usaha (KPPU).
    Berdasarkan Keppres tersebut,penegakan hukum anti monopoli dan persaingan usaha berada dalam wewenang KPPU.Namun demikian,tidak berarti baahwa tidak ada lembaga lain yang berwenang untuk menangani perkara monopoli dan persaingan usaha.Pengadilan Negeri(PN) dan Mahkamah Agung juga diberikan wewenang untuk menyelesaikan perkara tersebut.PN diberi wewenang untuk menangani keberatan terhadap  putusan KPPU yang sudah in kracht. Sementara persaingan itu ,MA diberi kewenangan untuk menyelesaikan perkara pelanggaran hukum persiangan  apabila terjadi kasasi terhadap putusan  PN tersebut.Lebih lanjut ,sebagai sebuah lembaga yang independen ,dapat dikatakan bahwa kewenangan yang dimiliki komisi saangat besar yang meliputi juga kewenangan tersebut meliputi penyidikan ,penuntutan,konsultasi,memeriksa,megadili dan memutuskan perkara.
P.    TUGAS DAN WEWENANG KPPU
Pasal 35 UU Antimonopoli menentukan bahwa tugas-tugas KPPU adalah sebagai berikut.
1.    Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
2.    Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan/atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
3.    Melakukan penilaian terhadap atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjainya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha.
4.    Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang komisi sebagaimana diatur dalam pasal 36 UU Antimonopoli.
5.    Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidaak sehat.
6.    Menyusun pedoman dan/atau publikasi yang berkaitan dengan UU Nomor 5 Tahun 1997.
7.    Memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja komisi kepada presiden dan DPR.
Dalam menjjalankan tugas-tugas tersebut ,melalui Pasal 36 UU Antimonopoli ,KPPU diberikan wewenang untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:
1.    Menerima laporan dari masyarakat dan/atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidaak sehat.
2.    Melakukan penelitian dtentang dugaan  adanya kegiatan usaha daan/atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau  persaingan usaha tidak sehat.
3.    Melakukan penyelidikan dan/atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktim monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat   atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan sebagai komiisi hasil penelitianya.
4.    Menyimpulkan hasil penyelidikan dan/atau pemeriksaan tentang ada tau tidak adanya praktik monopoli dan/atau persaingan usaaha tidak sehat.
5.    Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan UU Antimonopoli.
6.    Memanggil daan menghhadirkan saksi ,saksi aahli,dan setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran ketentuan UU Antimonopoli.
7.    Meminta bantuan  penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha,saksi,saksi ahli,atau setiap orang yang dimaksud dalam poin 5 dan 6 tersebut diatas yang tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi 8
8.    Meminta keterangan dari instansi pemerintah dalam kaitanya dengan penyelidikan  dan/atau pemeiksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan UU Antimonopoli.
9.    Mendapatkan meneliti,dan/atau menilai surat ,dokumen ,atau alat bukti lain untuk keperluan penyelidikan dan/atau pemeriksaan.
10.    Memutuskan dan menetapkan ada tau tidak adanya  kerugian dipihak pelaku usaha lain atau masyarakat.
11.    Memberitahukan putusan komisi  kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
12.    Manjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaaha yang melanggar ketentuan UU Antimonopoli.
Jadi ,KPPU berwenang dalam melakukan penelitian daan penyelidikan dan akhirnya memutuskan apakah pelaku usaha tertentu telah melanggar UU Antimonopoli  atau tidak.Pelaku usaha yang merasa  keberatan terhadap putusan  KPPU tersebut diberikan kesempatan selama 14 (empat belas) hari setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut untuk mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri.
    KPPU merupakan lembaga administratif  .Sebagai lembaga  administratif KPPU bertindak untuk kepentingan umum.KPPU berbeda dengan pengadilan perdata  yang menangani hak-hak subjektif perorangan.Oleh karena itu ,KPPU harus mementingkan kepentingan umum daripada kepentiingan perorangan dalam menangani dugaan pelanggaran hukum Antimonopoli .Hal ini sesuai dengan tujuan UU Antimonopoli yang tercntum dalam pasal 3 huruf a UU Antimonopoli . Yakni”Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk mensejahterakan rakyat”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar